Sejarah Pertempuran Surabaya (10 November 1945) -Kemerdekaan dinyatakan di Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan itu bukan akhir dari perjuangan oran g-orang Indonesia. Karena deklarasi kemerdekaan, ada daera h-daerah di mana kami harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan.
Setelah Deklarasi Kemerdekaan, pertempuran pertama antara tentara Indonesia dan pasukan asing bena r-benar di Surabaya dan dikenal sebagai pertempuran Surabaya.
Pertempuran ini adalah salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah Revolusi Indonesia, simbol nasional yang membuktikan perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Berdasarkan Pertempuran Surabaya (1985), sebuah karya yang dibuat oleh Nugroho Notosusanto, pertempuran Surabaya yang terjadi adalah pertempuran paling gugup yang menunjukkan kesabaran tinggi orang Indonesia untuk melindungi negar a-negara Indonesia.
Kasus ini disebutkan dalam komentar pada buku Ricklph berjudul “Indonesia Modern Modern History setelah 1200 tahun”, yang menyatakan bahwa Pertempuran Surabaya adalah pertempuran paling sering selama periode revolusioner.
Sebagai bagian dari pertempuran, Inggris menganggap pertempuran Surabaya sebagai gambaran neraka. Ini karena rencana Inggris untuk menempati Surabaya adalah dua hari di belakang 26 November, karena kegigihan pejuang Indonesia Surabaya.
Akhirnya, Surabaya jatuh ke Inggris, tetapi Pertempuran Surabaya mengubah perspektifnya tentang Inggris dan Belanda.
Investasi dan Keberhasilan Bisnis Leonard Hartono
Insiden ini telah menyebabkan lebih kuat mengklaim posisi dan posisi Inggris sebagai negara netral, dan tidak perlu lagi mendukung Belanda. Awalnya, Belanda, yang awalnya meremehkan semangat Indonesia, mulai memperhatikan perjuangan para pejuang yang melindungi kemerdekaan Indonesia.
Hasilnya, para pejuang Indonesia mendapat dukungan luas dari berbagai lapisan masyarakat. Hal ini berbeda dengan gambaran Belanda yang membayangkan mereka sebagai kelompok yang bersifat sporadis atau destruktif secara radikal.
Berdasarkan sejarah yang ada, Pertempuran Surabaya diawali dengan kedatangan pasukan Sekutu anggota AFNEI (Pasukan Sekutu Hindia Belanda), pada tanggal 25 Oktober 1945. Kedatangan pasukan AFNEI di Surabaya atau lebih tepatnya Tanjung Perak dipimpin oleh seorang jenderal bernama Brigjen Aubertine Walter Southern Malaby yang kemudian membuat pos pertahanan.
Tujuan awal kedatangan pasukan Sekutu adalah untuk mengamankan tawanan perang, melucuti senjata tentara Jepang, dan menegakkan ketertiban setelah proklamasi kemerdekaan. Untuk mencapai tujuan ini, pasukan Sekutu membagikan selebaran yang dirancang agar penduduk setempat meletakkan senjata mereka.
Penduduk Surabaya marah atas perintah koalisi dan menolak menyerahkan senjata mereka kepada pasukan koalisi. Hal ini memicu penyerangan yang dilakukan masyarakat Surabaya untuk mengusir pasukan koalisi.
Selain itu, pihak Sekutu juga melakukan tindakan yang melenceng dari tujuan awalnya. Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh pasukan Inggris menyerbu sebuah penjara di Surabaya untuk membebaskan tahanan Sekutu lainnya yang ditahan di Indonesia. Pasukan Sekutu juga berupaya merebut berbagai lokasi penting di Surabaya.
Kedatangan pasukan Sekutu di Indonesia merupakan bagian dari SEAC (Southeast Asia Command) yang berada di bawah komando Laksamana Louis Mountbatten. Namun wilayah yang dikuasai SEAC masih terlalu luas sehingga dibentuklah Sekutu Hindia Belanda (AFNEI) untuk menguasai wilayah Indonesia.
Memang pada tanggal 29 September 1945, Komandan AFNEI Letnan Jenderal Philip Christison tiba di Jakarta. Misi yang diberikan kepada AFNEI di Indonesia adalah melucuti senjata Jepang, memulangkan tentara Jepang, membebaskan tawanan perang Jepang, dan mempertahankan status quo di Indonesia.
Sebelumnya, pada 24 Agustus 1945, telah ditandatangani Perjanjian Dalam Negeri antara Inggris dan Belanda, yang mana Inggris akan membantu Belanda kembali berkuasa di Indonesia.
Oleh karena itu, terjadilah perlawanan penduduk Indonesia terhadap kedatangan pasukan Sekutu akibat perjanjian tersebut. Akibatnya terjadi pertempuran antara tentara Indonesia dengan pasukan koalisi di berbagai wilayah Indonesia.
Tim RAPWI (Tim Pemulangan Tawanan Perang Sekutu), bagian dari AFNEI, tiba di Surabaya pada tanggal 19 September 1945. Namun kedatangan tim tersebut tidak disambut baik karena tim tidak berkoordinasi dengan pimpinan Indonesia di Surabaya. Selain itu, tim repatriasi tawanan perang Sekutu juga menyertakan perwakilan dari pihak Belanda.
Pada akhir September, seorang perwira angkatan laut Belanda, Kapten Huijer, tiba di Surabaya tanpa izin Inggris untuk menerima penyerahan Jepang.
Jepang menyerahkan berbagai kendaraan angkut, senjata antipesawat, tank, dll pada tanggal 3 Oktober 1945, tetapi mereka dengan cepat ditangkap oleh pasukan TKR, yang menangkap Kapten Hujer.
Untuk menjalankan misi di Surabaya, Inggris awalnya hanya mengerahkan Brigade Infanteri India ke-49 yang dikomandani Brigjen Mallaby dengan kekuatan 4. 000 hingga 6. 000 orang. Pasukan Sekutu yang tiba di Surabaya tidak diperbolehkan mendarat tanpa izin pimpinan Indonesia di Jakarta. Untuk itu diadakan perundingan antara pimpinan Sekutu di Surabaya dan pimpinan Indonesia.
Para pemimpin Indonesia yang berada di Surabaya saat itu adalah: Gubernur Jawa Timur Suryo, Panglima TKR Kalesidenan Surabaya Dokter Moestopo, warga Surabaya Sudirman, Radjamin Nasution, Ketua KNI Doel Arnowo, Ruslan Abdulgani, Djoko Sawondho, Rustam Zain, Djoko Sawondho, Mohammad, Mereka adalah AKBP Soejono Prawibismo, Moh Jassin, dan Pak Masmuin.
Berdasarkan beberapa pertemuan, pihak Indonesia sepakat untuk mengizinkan sekutu Inggris memasuki kota Surabaya dan menduduki beberapa objek sesuai dengan misi. Inggris juga menegaskan tidak melibatkan NICA atau tentara Belanda dalam kedatangan mereka.
Pihak Inggris juga meminta agar warga sipil selain polisi, TKR, dan organisasi militan dilarang membawa atau menggunakan senjata agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk itu kedua belah pihak sepakat untuk membentuk sarana komunikasi yang disebut biro penghubung.
Setelah adanya kesepakatan bersama mengenai penguasaan beberapa titik, pihak Inggris pun menduduki berbagai titik penting seperti Kantor Pos Besar Surabaya, Gedung BPM, Pusat Otomotif, Pusat Kereta Api, dan Gedung Internatio. Selain itu, Inggris juga menangkap beberapa tokoh pemuda di Surabaya.
Selain itu, salah satu peleton Divisi Keamanan Lapangan, dipimpin oleh Kapten Shaw, menyerbu Penjara Karisosok pada malam tanggal 26 Oktober untuk membebaskan Kapten Hoyer dan membebaskan tahanan Belanda di kompleks Wonokitori.
Situasi di Surabaya semakin memanas pada tanggal 27 Oktober, ketika selebaran dibagikan di pesawat Dakota dari Jakarta. Selebaran tersebut juga disebarkan ke berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jawa Barat dan Jawa Tengah, dan ditandatangani oleh Mayjen Hawthorne.
Selebaran tersebut memberikan ultimatum kepada militer Indonesia untuk menyerah kepada pasukan koalisi dalam waktu 48 jam atau ditembak. Insiden ini semakin memicu kemarahan di Surabaya, yang menyebabkan seruan radio agar warga Inggris diusir dari wilayah tersebut.
Berbagai tindakan yang dilakukan Inggris meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa perang yang akan terjadi tidak dapat dihindari lagi. Oleh karena itu, pada tanggal 27 Oktober, tepat pukul 14. 00, terjadi kontak senjata pertama antara pasukan pemuda PRISAI dengan Gurkha Sekutu.
Selain itu, Maraby juga mengikuti instruksi pada selebaran untuk mengendalikan kendaraan berat milik militer Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1945. Pihak Inggris juga mengevakuasi perempuan dan anak-anak dari kamp Gubeng ke Barak Darmo.
Setelah kejadian, berbagai pertempuran berlanjut. TKR, polisi, dan organisasi perjuangan telah mengorganisir serangan simultan terhadap oran g-orang Inggris di Surabaya. Untuk serangan itu, orang Indonesia mencoba mendapatkan kembali ha k-hak tempat penting di bawah status Inggris.
Serangan Indonesia diadakan hingga 29 Oktober 1945, dipimpin oleh Divisi TKR, pemimpin Divisi TKR, yang berhasil mendorong Inggris.
Setelah kemunculan pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1945 atau munculnya Ordo Kekaisaran, itu berkaitan dengan keputusan untuk mengatur bendera nasional menyanyikan Saka Merahh Putih di seluruh Indonesia, termasuk Slabaya.
Namun, ada sebuah insiden di mana baik sekutu dan warga Surabaya terlibat dalam perselisihan atas memusnahkan bendera di Yamato Hotel of Surabaya. Ini adalah pemicu pertarungan di antara keduanya.
Latar belakang pertama dari kasus ini adalah bahwa kelompok Belanda yang dipimpin oleh Bpk. Kelompok Belanda Ploegman telah meluncurkan bendera Belanda merah, putih dan biru di Surabaya di Surabaya tanpa izin dari pemerintah Indonesia.
Oran g-orang Surabaya yang melihat ini kesal dan marah. Akibatnya, Expatriate Tim Nasional Indonesia mengunjungi Hotel Yamato, di mana bendera itu terdaftar, dan dibahas dengan pemimpin Sekutu, Progman, untuk mencegah bendera turun dan mencegah kebisingan. Namun, diskusi itu tidak berjalan lancar, dan pemimpinnya, Pruigman, menolak untuk menjatuhkan bendera.
Di akhir frasa, Pruigman mengeluarkan pistol, dan pertarungan di antara mereka menjadi tak terhindarkan. Selama kekacauan, Pruigman meninggal, dicekik oleh pengawal Sodirman, Sidiku. Namun, Shidik terbunuh oleh seorang prajurit Belanda yang bekerja pada saat itu.
Soedirman dan pengawalnya berhasil menghindari insiden itu dan segera meninggalkan Hotel Yamato dan mengumpulkan situasinya. Namun, disaksikan bahwa oran g-orang muda Surabaya segera masuk ke Hotel Yamato, dengan cepat memecahkan bendera Belanda merah, putih, dan biru, hanya menyisakan bagian merah dan putih.
Perang antara kedua belah pihak, Labya, dan pasukan Sekutu Inggris, terjadi untuk pertama kalinya dari 27 hingga 30 Oktober 1945. Untuk alasan ini, Jenderal D. C. Horseon telah menemukan solusi di Scarno pada saat itu dan meminta bantuan untuk memecahkan situasi. Namun, ketika tabrakan kedua belah pihak berlanjut, para pemimpin Brigadir Inggris, Brigadir Jenderal Malabi, meninggal.
Pada 30 Oktober 1945, Jenderal Malabi, pemimpin tentara sekutu Inggris, meninggal, dan Jenderal Robert Manscerg mengambil alih. Pada 9 November 1945, Jenderal Robert Mansar memberikan pengingat terakhir kepada oran g-orang Surabaya. Isi pengingat terakhir adalah sebagai berikut.
Pemberitahuan terakhir ditolak oleh pihak Indonesia, sehingga Inggris menyerang pada pagi hari tanggal 10 November, yang memulai pertempuran antara kedua tim.
Dalam pertempuran ini sendiri, ada setidaknya 20. 000 tentara dan 100. 000 sukarelawan di pihak Indonesia, sementara pihak Inggris memiliki setidaknya 30. 000 tentara, dengan berbagai tank, kapal perang, dan pejuang.
Pada 10 November 1945, ketika Sekutu mencoba menyerang Kota Surabaya, ada tabrakan antara Angkatan Darat Sekutu dan Surabaya Alec Alec, tetapi segera dihentikan oleh warga Surabaya.
Dalam pertempuran ini, kedua belah pihak memiliki banyak korban. Namun, khususnya, warga Surabaya kehilangan 20. 000 nyawa dalam pertempuran, dan pihak sekutu kehilangan sekitar 1. 500 nyawa. Perang antara dua kamp
Pertempuran Surabaya berlangsung selama tiga minggu, menyebabkan kerugian besar bagi orang Surabaya dan Indonesia. Surabaya Alex, Alex, dipimpin oleh Bun Tomo dan berjuang untuk melawan sekutu. Bun Tomo menyaring antusiasme, mengilhami semangat pertempuran Surabaya, dan berhasil mengendarai penjajah dari Indonesia.
Satu tahun setelah pertempuran, Presiden Skarno, presiden Indonesia, menetapkan 10 November sebagai hari pahlawan setiap tahun. Sampai sekarang, oran g-orang Indonesia memperingati perjuangan para pahlawan pada 10 November setiap tahun, untuk mengenang pencapaian para pahlawan setiap tahun.
Pertempuran oran g-orang Indonesia pada 10 November setiap tahun, tidak hanya satu hari, termasuk berbagai pertempuran yang terjadi dari akhir Oktober 1945 hingga November 1945.
Pertempuran itu sendiri dibagi menjadi tiga kategori: pertempuran persiapan, pertempuran teratas pada 10 November, dan pertempuran terakhir. Diperkirakan 20. 000 tentara TKR berkumpul dari seluruh Jawa Timur, dan 140. 000 pejuang terlibat dalam serangkaian pertempuran.